Home » » Pengaruh pikiran positif dan negative bagi tubuh

Pengaruh pikiran positif dan negative bagi tubuh

Written By Unknown on Senin, 05 Januari 2015 | Senin, Januari 05, 2015




Kazuo Murakami berusaha menjelaskan perbedaan pikiran positif dan negatif dari aspek entropi. Entropi merupakan istilah dalam dunia fisika maupun kimia yang menjelaskan fenomena ketidakteraturan alam semesta yang dipelajari dalam Second Thermodynamic Law (Hk. Termodinamika II). Hal ini dapat dijelaskan sederhana dalam fenomena dimana setetes tinta akan menyebar luas dalam sebuah baskom berisi penuh air. Dan mengapa tinta tidak berkumpul saja dalam satut titik atau tidak menyebar?

Fenomena penyebaran setetes tinta merupakan hukum alam yang alami yakni entropi. Hanya saja, apakah penyebaran secara cepat atau lebih lambat tergantung pada faktor-faktor luar seperti suhu/pemanasan, konsentrasi, atau pengadukan. Jika airnya cukup dingin (agak membeku) dan kita tidak mengaduknya, maka tinta tersebut tidak akan menyebar cepat. Hal ini serupa dengan kejadian sehari-hari kita. Ketika kita menghadapi masalah atau sakit, apakah batin kita bertambah tergoncang atau sebaliknya. Semakin batin dan pikiran kita tergoncang, maka penderitaan atau penyakit kita akan semakin parah. Sedangkan jika batin dan pikiran kita tenang dan berpikir positif, maka penderitaan atau penyakit kita akan berkurang bahkan dengan bantuan obat + do’a, penyakit dapat kita sembuhkan. Hal ini mirip dengan mengangkat tetesan tinta di atas es, bukanlah air yang mendidih. Sehingga pada fenomena Ponari, terlepas dari kandungan kimiawi pada batu tersebut, kita akan mudah mengerti bahwa penyembuhan pasien sangat ditentukan oleh faktor mental atau sugesti sang pasien.

Penyebaran setetes tinta ini merupakan fenomena penguraian atau dalam materi atau zat lain mengalami ketidakteraturan atau pembusukan. Inilah disebut sebagai entropi.  Tinta akan mudah bercampur dengan air (bahkan tanpa energi luar), sedangkan untuk memisahkan tinta dari air dibutuhkan energi ekstra.  Fenomena tinta juga berlaku untuk semua jenis materi, termasuk materi penyusun tubuh kita (DNA).

Sejak kita dilahirkan, tubuh kita sedang mengalami perubahan, dan secara bertahap tubuh kita akan tumbuh dan kemudian menuju ambang kematian atau kehancuran. Satu-satunya alasan ilmiah mengenai hal ini adalah keberadaan gen kita yang cenderung bergerak menuju penguraian atau kehancuran. Ini adalah fenomena alami, sangat alami (hukum alam atau Tuhan). Dalam kata lain, tubuh kita terlahir dengan dilengkapi oleh sebuah program untuk mematikan sel.

Jika gen tiba-tiba bekerja dengan kemampuan penuh, hasilnya adalah kematian mendadak karena gen-gen itu akan rusak. Namun, biasanya gen kita bekerja untuk menjaga agar kita tetap hidup dan mencegah peningkatan entropi. Dengan kata lain, hidup dapat dilihat sebagai  menjalani proses yang secara alami bergerak menuju kematian dan penguraian serta mengarahkannya pada keteraturan ….. (DM-DNA : Kazuo Murakami Chapter 2)

Ini berarti bahwa tubuh juga memiliki kecenderungan untuk mempertahankan nilai entropi yang stabil, atau memperlambat proses meningkatnya entropi. Kemampuan tubuh untuk memperlambat peningkatan entropi (gen-gen) sangat ditentukan oleh faktor mental kita. Gen-gen dan enzim-enzim yang diproduksi sesuai perintah masing-masing memiliki peran penting untuk mengurangi entropi. Tapi perlu diingat bahwa kecenderungan tubuh adalah menyembuhkan secara bertahap, bukan perubahan mendadak.

Kemampuan tubuh untuk memperlambat peningkatan entropi (gen-gen) sangat ditentukan oleh faktor mental kita.

Jika kita menerapkan prinsip entropi pada konsep pikiran positif dan negati, wajarlah untuk menganggap bahwa pikiran positif menyebabkan pengurangan entropi, sementara berpikir negatif menyebabkan peningkatan entropi. Anda akan melihat mengapa hal ini terjadi dalam penelitian diabetes (DM-DNA : Kazuo Murakami Chapter 2)

Kazuo Murakami, Ph.D melakukan penelitian mengenai efek pikiran positif/gembira yakni tertawa dengan pikiran negatif (tegang, jemu, bosan) pada penderita diabetes. Penelitian tersebut mendapatkan hasil spektakuler yakni tawa (rasa senang) memiliki efek menguntungkan bagi tingkat glukosa darah. Mereka menemukan bahwa 23 gen teraktivitasi berkat pasien tertawa. Dan salah satu gen yang berhasil Tim Kazuo Murakami identifikasikan ketika seseorang tertawa (pikiran positif) adalah gen reseptor D4 dopamin (DRD4), yang terkait dengan penghambatan kerja enzim adenyil cyciase, yang memegang peranan penting dalam peningkatan glukosa darah. Sedangkan hal ini  (pengaktifan gen-gen positif) tidak terjadi pada pasien yang kondisinya tegang, jemu, bosan.

Dari penelitian-penelitian efek pikiran positif terhadap gen yang menjadi sumber utama pertumbuhan dan fungsi sel, maka dapat ditarik satu pengetahuan baru yakni emosi positif dapat memicu tombol genetik. Jika tubuh dapat direpresentasikan sebagai sistem yang terdiri dari mental/batin/pikiran dan tubuh/fisik/DNA, maka antara tubuh dan batin akan memiliki hubungan saling terkait (dependence relationship). Untuk manusia secara umum, maka ketika mentalnya bermasalah (stress, tegang, takut), maka fisiknya pun akan terganggu. Fisiknya akan mudah terserang penyakit dan bibit penyakit. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang mengalami penderitaan fisik, maka hal tersebut dapat mempengaruhi batin atau mentalnya.

Tentu kadar kesalingterkaitan antara batin dan fisik sangat tergantung pada kematangan mentalnya. Yakni dalam hal ini berhubungan dengan pengalaman (kedewasaan), iman (keyakinan), kebiasaan atau latihan (training dan motivasi). Sehingga, cara termurah dan efektif dalam menguatkan mental adalah do’a yang semua agama mengajarkannya. Dari do’a, shalat, zikir, meditasi atau sejeninya, maka bagi seseorang yang memiliki pemahaman yang baik terhadap ajaran agama, akan lebih mudah menghadapi tantangan lingkungan (faktor lingkungan, masyarakat, bahkan tubuh bagi mental, dan pikiran bagi tubuh). [Catatan : tubuh dapat menjadi lingkungan bagi sistem mental/pikiran, begitu juga sebaliknya unsur mental/pikiran dapat menjadi sumber eksternal (lingkungan) bagi DNA/tubuh kita).

kadar kesalingterkaitan antara batin dan fisik sangat tergantung pada kematangan mentalnya. Yakni dalam hal ini berhubungan dengan pengalaman (kedewasaan), iman (keyakinan), kebiasaan atau latihan (training dan motivasi). Sehingga, cara termurah dan efektif dalam menguatkan mental adalah do’a

Dengan pemahaman ini, seyogyanya seorang yang memiliki kedalaman praktik dan pemahaman suatu agama akan memiliki keadaan mental yang stabil dan selalu memancarkan emosi positif dari hati dan pikirannya. Batinnya tidak akan mudah goyah ketika pujian atau celaan menimpa dirinya. Dikala mendapat keuntungan dan rezeki, batinnya akan stabil dan tetap memancarkan emosi positif yakni grateful (bersyukur), humble (rendah hati) dan generous (bermurah hati). Begitu juga, ketika giliran ketidakberuntungan menimpanya, grateful, humble dan generous tetap terpatri dalam mentalnya.  Sehingga secara kasat mata, maka seseorang yang bergebu-gebu dan lantang menghujat dan memaki orang lain karena berbeda pendapat atau berbeda keyakinan, akan menjadi objek pertanyaan besar yakni “benarkah ia telah menjalankan agamanya dengan baik dan benar?”

1 komentar :

  1. Bolehlah
    Tafadhdhal kunjungi blog ingsun di
    Salamtime.blogspot.com

    BalasHapus